Jumat, 01 Juni 2018

Juni; peringatan bahagia kehadiranmu di dunia, 21 tahun yang lalu

Benar, aku memang kaku.
Tak pandai berbicara didepanmu yang abu-abu.
Tapi mendadak pintar bercerita untuk memintamu didepan Tuhanku.

Jangan salahkan aku, aku memang kaku.
Mengakui rasaku saja aku tak mampu.
Apalagi harus memamerkannya didepan matamu.

Lagi pula, kamu terlalu berkilau.
Tak sanggup lama-lama aku menatapmu.
Takut kamu semakin muak karena harapku yang begitu terlihat.

Jadi, biarkan aku diam.
Aku juga biarkan kamu tak paham.
Tak apa.

Tak tahu sampai kapan,
Sampai kamu mengerti dengan sendirinya?
Atau sampai kamu bersama dengan dirinya?


- Jogja, awal Juni 2018.

Jumat, 26 Januari 2018

.
.
"Kamu cemburu aku jalan sama Kang Adi?"
"Cemburu itu hanya untuk orang yang sedang tidak percaya diri"
"Terus?"
"Dan sekarang aku sedang tidak percaya diri"
.
.
Tulisan percakapan yang dibuat oleh ayah tidak pernah rumit, dan sederhana sekali. Tapi selalu punya 'magic' sendiri buat langsung masuk ke hati perempuan-perempuan jomblo macam saya begini. Ah, saya fans sejatimu, Ayah. Saya menyesal baru membaca novelmu akhir-akhir ini, mengapa tidak dari dulu.

Dilan 1990

.
.
“Milea, hari ini hari apa?”
“Ini hari Minggu, Dilan”
“Itu artinya aku akan menikahimu”
“Maksud kamu?”
“Iya, aku akan menikahimu di hari Minggu”
“Kenapa hari Minggu?”
“Karena jika aku menikahimu di hari Senin, Suripto akan menampar aku lagi karena tidak mengikuti upacara bendera”
“Ha ha ha”
.
.
Mencoba mengikuti gombalan Dilan ala Ayah Pidi Baiq akibat dari menghabiskan 3 novel seri Dilan dalam 2 hari saja. Aku langsung jatuh cinta dengan gaya menulismu, Ayah!